mencoba lari dari selipan singlet yang tergantung dipaku yang menancap didinding,
meyerakkan gelak hampa tampa peraduan manja,
tak kuat lagi menusuk kamar rumah bambu tua,
hingga tak tembus menyinari kegelapan semalam.
Seutas senyum itu akhirnya layu dipucuk yang tak jadi mekar,
bagai putik berguguran,
bertelanjangan dengan biji-bijian yang masih mentah,
mungkal,
dan layu dalam genggaman gersang tanpa ikatan,
membuat ia terkulai dan memilih bunuh diri.
Seutas senyum itu tak mampu berisik,
Tak berdaya mengusik,
tak sanggup lagi tebar pesona,
tak hendak membisikkan gelak yang menggelegak.
Seutas senyum itu kini lusuh,
telah bertandang jauh keluar dari kaos putih yang pernah membungkusnya,
senyuman dengan deraian air mata duka nestapa,
sedih sejadi-jadinya.
Aku dan dia tak sanggup senyum berlama-lama...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar