Taringmu dah tak berpungsi, ompong tak manpu menggigit,
mengunyah dengan rahang tanpa gusi , gigimu sudah bertaburan,
berserakan dan kamu akan malu sendiri.
Tidaklah jernih engkau memandang, seperti melihat permata didasar laut dalam.
tapi hanya mengkilap buram, semu tak bercahaya,
redup bagai lampu colok yang kehabisan minyak tanah.
hatimu beku, ditutupi kabut tak manpu menyerap hidayah,
maka engkau telah hanyut untuk selamanya.
Ranah cerita yang engkau perankan tergelincir dari tema semula,
membuat engkau terpelosok tidak manpu lagi menyimak alur dan topik bahasan sejatinya.
temanya sederhana tapi dengan dealektikamu yang berbelit engkau sendiri bingung menterjemahkannya , apalagi aku dan kami semua
Sadarlah, jika hati yang berbicara, maka kebenaran selalu terasa,
namun jika nafsu dan emosi yang menggebu, berarti engkau telah digenggam oleh ketakutanmu sendiri,
ingat sesungguhnya engkau takkan pernah menakutiku.
Meladenimu sama halnya membunuh aku secara perlahan,
jika engaku ingin mati, pilihlah caramu sendiri,
jangan ajak aku mati dengan sesat seperti keinginanmu, yang meilih mati konyol.
engaku takkan diingat lagi karena tak satupun jasamu yang dapat diandalkan,
silakan.,,,,, matilah cepat atau lamabat.
Si ompong telah bernyanyi sunyi, hatinya sepi, kesendiriannya hanya ditemani kepompong yang terasing jauh dari kepompong lainnya. Engakau tidak pernah mengenali dirimu sendiri, hingga engkau menganggap aku dan kami tiada, sedangkan kami sedari dulu telah tahu siapa sebenarnya sosokmu.
Minggu, 7. 11. 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar