Senin, 22 November 2010

Memaknai Balimau Kasai



Setiap daerah memiliki adat dan istiadat yang berbeda, keberagaman adat menandakan heterogenitas dan kekayaan budaya yang perlu dihargai dan dijunjung tinggi. Dari Sabang sampai Merauke ternyata beraneka ragam adat istiadat yang selalu ditampilkan terutama akan terlihat pada iven-iven tertentu. Adat Jawa, Sunda, Batak, Minang, Melayu dan adat daerah lainnya selalu tidak sama, maka inilah ciri khas dari budaya negeri Indonesia.

Adat adalah kebiasaan atau aturan yang mengikat sejak nenek moyang, berlaku turun temurun dan ada upaya untuk melanggengkannya. Adat menandakan kepekaan daerah tertentu untuk menjiwai watak dan karakter daerahnya, adat selalu membuat daerah tertentu dipandang lebih berbudaya karena budaya itu sendiri adalah akal, budi, pikiran manusia yang mempunyai peradaban. Makanya akan aneh ketika suatu daerah disaat daerahnya tidak memiliki adat istiadat yang mencirikhaskannya.

Balimau kasai atau yang dikenal juga dengan potang balimau adalah adat dan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Kampar dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Kegiatan serupa ini dilakukan setiap tahunnya dan sudah berjalan bertahun-tahun lamanya. Kegiatan ini dilaksanakan satu hari sebelum hari Ramdhan tiba. Biasanya masyarakat Kampar mengisinya dengan memasak makanan yang lezat seperti Lemang, Lepat, Kue, Rendang, Sup daging, dan makanan lain yang nantinya juga untuk menyambut sahur pertama dalam bulan suci Ramadhan. dan kegiatan yang terpenting adalah menyiapkan ramuan untuk balimau ini yang terdiri dari rebusan limau purut atau limau nipis, dan temannya adalah kasai (lulur) yang terdiri dari bahan bahan alami seperti beras, kunyit, daun pandan dan bunga bungaan yang membuat wangi tubuh, balimau kasai selalu dimaknai sebagai mensucikan diri , kemudian acara ini juga dilakukan dalam bentuk saling mengunjungi untuk minta dan memberikan kemaafan.

Kita bisa lihat setiap tahunnya apabila sudah datang waktu bulan Ramadhan , maka sepanjang jalan arah keBangkinang menjadi ramai dan hiruk pikuk oleh kenderaan dan orang-orang yang berlalu lintas. Bukan hanya masyarakat kampar yang pulang ke kampung halamannya, akan tetapi masyarakat luar Kamparpun memiliki animo yang cukup besar untuk melihat secara langsung iven tahunan tersebut. Acara biasanya dilakukan disepanjang sungai kampar dengan membuat stant-stant, rumah adat, rumah ibadah dan lain sebagainya lalu di alirkan sepanjang sungai Kampar,, pada ahirnya dilakukan mandi balimau, dan tentunya acara ini selalu dihadiri oleh pejabat kampar.

Paling tidak ada beberapa nilai yang dapat kita petik dari even balimau kasai:

1. Bentuk kekayaan adat istiadat daerah
2. Dengan iven tersebut secara tidak langsung menjadikan kampar sebagai daerah wisata
3. mempererat tali persaudaraan
4. menumbuhkan rasa kecintaan generasi muda terhadap daerahnya sendiri
5, menghargai orang tua , para ninik mamak, pemangku adat.

LALU BAGAIMANA JIKA DITINJAU DALAM PERSPEKTIF AJARAN ISLAM.

Dalam ajaran Islam tidak dijumpai istilah balimau kasai, zaman rasulullah, sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan seterusnya tidak pernah dikenal. Sehingga kalau ada sebagian ulama mengatakan kegiatan seperti ini adalah bi'ah bisa kita maklumi, yang dianjurkan dalam Islam adalah membersihkan diri secara zahir dan bathin. dengan bertobat dan saling bermaafan. Karena esensi dari hadirnya bulan Ramadhan adalah bagai mana kita bisa kembali kepada firah.

Ada kerisauan kita bersama, bahwa adat yang sedemikin cantik yang dikemas oleh ninik mamak dan pemangku adat,, secara perlahan-lahan telah terjadi pergeseran nilai, hal ini bisa kita lihat dengan kasat mata terjadinya pembauran laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, berhura-hura , pemubaziran, ugal-ugalan dijalan raya, bahkan bermuara pada maksiat. Tentu ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya ketimuran dan norma agama. Seandainya balimau kasai dilakukan perorangan seperti dirumah atau oleh keluarga tanpa acara serimonial belaka dengan tidak mencampur adukkan yang hak dan bathil, maka ini bisa ditolerir,, tapi jangan sampai lari dari tujuan utama adalah membersihkan diri. dan gembira menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita , pemangku adat, pemerintah , tokoh agama mengevaluasi kembali dan mecoba men-set semula. Sehingga adat yang tadinya dipandang luhur jangan menjadi luntur dan membuat kita semakin kufur. karena kita selalu mendengungkan adat bersendikan syara' , syara' bersendikan kitabullah. Kita tetap menginginkan adat ini langgeng, tapi kita juga harus berupaya meminimalisir keganjilan-keganjilan yang terjadi agar kita jangan mendapat murka dari Allah. SWT.

Semoga Allah selalu melindungi kita,, Amin.

Oleh:Zamhirarifin
Senin9Agustus

(mohon saran dan kritikan, maklum menyangkut adat dan agama, mungkin usia saya belum seumur jagung membahasnya,)

1 komentar:

  1. adat yang dulu luhur di dirikan ninik mamak, sekarang di robah anak cucu keponakan untuk jalan menuju kafur, contoh mandi balmau kasai penyambutan bula suci ramadhan.
    saya alim tidak ulamah bukan, saya sekedar tau krna menanyakan pda yang tau, mandi balimau dulu tida seperti sekarang yang bercampur laki-laki dan perempuan.
    kita semua berharap bisa meluruskan penyimpangan ini ke arah semula...
    amin...

    BalasHapus